Tuesday, July 29, 2008

Tokyo, Hari 1

Hari 2: 13 Maret 2008

Pagi-pagi jam 5.30 kami sudah bangun untuk bersiap-siap berangkat ke Tokyo , karena kami harus mengejar jadwal kunjungan ke Istana Kaisar Tokyo jam 10 pagi. Jam 6.30 kami sudah berada di stasiun Narita. Lagi-lagi kami kebingungan dengan mesin penjual tiket otomatis. Kali ini seorang kakek menolong kami menunjukkan cara membelinya dan mengantarkan kami ke jalur kereta yang dimaksud. Kami harus menuju guesthouse berikutnya, Khaosan Smile di daerah Asakusa untuk menitipkan ransel-ransel kami. Kali ini kami tak seberuntung malam sebelumnya. Peta yang diberikan kurang jelas, sehingga kami harus berulangkali bertanya pada orang-orang di jalan. Itupun kami nyasar ke cabang lain guesthose tersebut, Khaosan Annex. Untunglah penjaga di Khaosan Annex cukup ramah dan bersedia mengantarkan kami ke Khaosan Smile yang berjarak tak terlalu jauh.

Setelah menitipkan tas, kami bergegas menuju ke stasiun Tokyo . Stasiun pusat itu ramai sekali, dengan banyak penjual makanan di dalam stasiun. Saya membeli sekotak sushi, lalu kami melanjutkan perjalanan ke Istana Kaisar. Ups, ternyata kami harus bergegas, karena kami hanya punya waktu 20 menit lagi. Untung istana teletak tak terlalu jauh dari stasiun Tokyo , sekitar 15 menit jalan kaki.


Kami sampai tepat waktu di depan gerbang Kikyo-mon, di mana puluhan turis lain sudah berbaris untuk mengikuti tur yang sama.


Setelah menyerahkan surat konfirmasi pada penjaga, kami dipersilakan masuk ke ruang tunggu berukuran besar. Penjaga memberikan alat audio untuk penjelasan tur dalam bahasa inggris. Setelah itu kami menonton film penjelasan sekitar 10 menit lalu kami keluar untuk memulai tur.

Ternyata peserta tur tidak dipisah antara rombongan berbahasa inggris dan turis lokal. Peserta tur cukup banyak ,ada sekitar 100 orang, sebagian besar adalah pengunjung lokal. Bapak pemandu tur menggunakan bahasa jepang, jadi terpaksa kami hanya mengandalkan penjelasan alat audio kami. Beberapa kali terdengar para pengunjung lokal tertawa geli mendengar penjelasan pemandu tur, sayang kami tak mengerti apa yang membuat mereka tertawa.

Tak seluruh bagian istana kaisar Tokyo yang bisa kami lihat. Hanya sebagian kecil saja yang terbuka untuk pengunjung, itupun rasanya kurang sreg karena bangunannya sudah cukup modern. Tak apalah, yang penting kami sudah melihat seperti apa istana kaisar Tokyo ini.

Dari istana kaisar, kami mampir ke taman untuk makan sushi yang tadi dibeli dan duduk sejenak menikmati keindahan air mancur di taman. Lalu kami menuju ke Ueno untuk makan siang. Kami masuk ke restoran soba di stasiun Ueno. Rasanya cukup enak juga, kuah kaldu ikan terasa ringan dan gurih, berbeda dengan restoran jepang di Jakarta .

Setelah makan siang kami masuk ke taman ueno yang terletak tepat di depan stasiun. Meskipun siang hari, matahari tidak terasa menyengat. Banyak orang yang berjalan2 di taman, pasangan yang membawa anak-anak, anak-anak sekolah, dan orang-orang yang membawa anjing mereka berjalan2.

Di dalam taman Ueno terdapat beberapa museum, yaitu Tokyo National Museum , National Museum of Western Art, serta Science Museum . Juga ada 2 buah kuil yaitu Toshogu shrine dan Benzeiten shrine.

Setelah berjalan-jalan sekitar satu jam di taman Ueno, kami menuju ke Ameyoko, suatu jalan yang ramai yang terletak sekitar 10 menit jalan kaki dari taman Ueno. Nama Ameyoko konon berasal dari kata Ameya Yokocho yang artinya jalan toko permen, karena dahulu sepanjang jalan ini dipenuhi oleh para penjaja permen. Ada pula yang mengatakan bahwa nama jalan ini demikian karena setelah PD 2, jalan ini dijadikan pasar gelap untuk barang-barang dari Amerika, sehingga disebut Ameyoko. Kini jalan ini adalah daerah pusat perbelanjaan yang ramai. Mulai dari pakaian, sepatu dan handphone dijual di sepanjang jalan ini. Yang unik, di jalan ini kami juga menemukan sebuah gedung bioskop yang khusus memutar film-film dewasa, lengkap dengan poster-poster yang mengundang di pintu masuk. Harga tiket masuknya 500 yen (sekitar 45 ribu).

Dari Ameyoko kami naik kereta menuju ke Asakusa untuk melihat kuil Asakusa. Kuil ini luar biasa ramai, padahal saat itu sedang tidak ada festival. Dari gerbang utama kuil menuju ke bangunan utama kuil berjajar toko-toko yang menjual kue-kue kecil seperti senbei dan sake manis. Ada pula yang menjual souvenir mulai dari gantungan kunci, kimono, hingga pedang!

Di halaman kuil kami duduk-duduk melepas lelah sambil mengamati merpati-merpati gendut yang berkeliaran dengan bebas tanpa takut pada manusia. Saking gendutnya, sampai-sampai ada merpati yang tampaknya susah terbang. Beruntungnya mereka hidup di sini, coba kalau mereka tinggal di Jakarta pasti mereka sudah berubah jadi hidangan di meja makan….

Dari kuil asakusa kami menuju hostel kami yang terletak tak jauh dari situ dan bersiap-siap untuk makan malam di daerah Roppongi.

Malam itu kami diajak makan malam oleh beberapa orang mahasiswa Todai untuk di restoran Akita di Roppongi. Restoran tersebut terletak di sebuah jalan kecil dan menyajikan makanan khas daerah Akita, Jepang bagian utara.Yang unik dari restoran ini adalah mereka juga mempunyai pertunjukan Namahage, suatu tradisi khas daerah Akita, yang diadakan pada saat tahun baru. Sejumlah orang berpakaian seperti setan, atau Namahage, berkeliling ke rumah-rumah di desa untuk menanyakan apakah ada anak nakal di rumah itu, dan menakut-nakuti anak-anak supaya tidak nakal atau malas. Tapi di restoran ini akhirnya menjadi pertunjukan yang menarik bagi para pengunjung restoran. Orang yang berpakaian Namahage dengan membawa golok palsu berkeliling ke para pengunjung restoran untuk menanyakan apakah mereka nakal atau tidak, membuat sebagian pengunjung wanita menjerit-jerit dan para pengunjung pria tertawa-tawa.

Sekitar jam 11 malam kami kembali ke penginapan.



No comments: